MANUSIA PRA AKSARA
Masyarakat Indonesia berasal
dari Yunan, yaitu suatu daerah yang terletak di Myanmar (Birma). Pada waktu
berpindah dari Yunan ke Indonesia, mereka belum mengenal tulisan. Oleh karena
itu, mereka disebut masyarakat pra aksara. Tujuan perpindahan mereka adalah
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Mereka hidup secara nomaden, yaitu
berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain. Tempat - tempat yang menjadi
tujuan mereka adalah tempat yang menghasilkan bahan makanan. Salah satu tempat
yang menjadi tujuan mereka adalah Indonesia. Untuk mencapai Indonesia tidak
terlalu sulit karena pada waktu mereka berpindah, wilayah Indonesia masih
menyatu dengan daratan Asia. Hal ini dibuktikan dengan persamaan fauna
(binatang) yang hidup di Indonesia dan daratan Asia.
Ketika sampai di Indonesia, mereka masih hidup secara nomaden.
Lama kelamaan, kehidupan mereka mengalami kemajuan. Mereka mulai mengenal
sistem bercocok tanam. Untuk keperluan bercocok tanam, mereka mulai menetap
sementara. Setelah selesai bercocok tanam, mereka berpindah ke tempat lain
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Di tempat yang baru, mereka akan bercocok
tanam dan hidup menetap sementara. Akhirnya, mereka akan kembali ke tempat
semula apabila musim panen telah tiba. Kehidupan ini dilakukan secara terus
menerus. Oleh karena itu, mereka disebut sebagai masyarakat semi nomaden.
Kehidupan mereka terus berkembang dan akhirnya mereka mulai hidup
menetap di suatu tempat. Untuk mempertahankan hidupnya, mereka tidak semata -
mata bergantung kepada apa yang disediakan alam. Mereka mulai mengenal sistem
pertanian dengan menanam berbagai jenis tanaman dan mulai memelihara ternak. Di
samping itu, mereka mulai hidup secara bersama sehingga terbentuklah masyarakat
pra sejarah. Mereka saling membantu dalam mempertahankan hidup dan
kehidupannya. Misalnya, untuk menangkap binatang buruan, mereka lakukan secara
bersama - sama.
Untuk memudahkan cara memenuhi kebutuhan, masyarakat pra aksara
mulai mengenal dan membuat peralatan. Alat - alat itu terbuat dari batu,
tulang, kayu, atau logam. Alat - alat tersebut ada yang sangat kasar, agak
halus, dan sangat halus bentuknya. Di samping itu, ada yang bulat, pipih,
runcing, kecil, dan besar. Bentuk dan jenis alat - alat itu sesuai dengan
perkembangan dan kebutuhan hidupnya. Sisa - sisa peralatan yang terbuat dari
tulang dan kayu, umumnya telah membatu (menjadi batu) atau sering disebut
fosil. Sisa - sisa peninggalan ini disebut sebagai hasil kebudayaan fisik
(materi).
Masyarakat pra aksara sudah mengenal kepercayaan animisme dan
dinamisme. Animisme adalah kepercayaan bahwa setiap benda memiliki roh atau
jiwa. Sedangkan dinamisme adalah kepercayaan bahwa setiap benda memiliki
kekuatan gaib. Aliran kepercayaan ini disebut sebagai kebudayaan rohani.
A. ASAL USUL NENEK
MOYANG
Kehidupan awal masyarakat pra aksara Indonesia tidak dapat
dipisahkan dari perkembangan geografis wilayah Indonesia. Sebelum zaman es atau
glasial, wilayah Indonesia bagian barat menjadi satu dengan daratan Asia dan
wilayah Indonesia bagian timur menjadi satu dengan daratan Australia. Pendapat
ini didasarkan pada persamaan kehidupan flora dan fauna di Asia dan Australia
dengan wilayah Indonesia. Binatang yang hidup di wilayah Indonesia bagian barat
memiliki kesamaan dengan binatang yang hidup di daratan Asia. Misalnya, gajah,
harimau, banteng, burung, dan sebagainya. Sedangkan binatang yang hidup di
wilayah bagian timur memiliki kesamaan dengan binatang yang hidup di daratan
Australia, seperti burung Cendrawasih.
Mencairnya es di kutub utara menyebabkan air laut mengalami
kenaikan. Peristiwa ini mengakibatkan wilayah Indonesia menjadi terpisah dengan
daratan Asia maupun Australia. Bekas daratan yang menghubungkan Indonesia
bagian barat dengan Asia disebut Paparan Sunda. Sedangkan bekas daratan yang menghubungkan
Indonesia bagian timur dengan Australia disebut Paparan Sahul. Ternyata,
perubahan - perubahan itu sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan
kehidupan masyarakat pra aksara Indonesia.
Menurut para ahli, nenek moyang bangsa Indonesia berasal dari
Yunan. Daerah Yunan terletak di daratan Asia Tenggara. Tepatnya, di wilayah
Myanmar sekarang. Seorang ahli sejarah yang mengemukakan pendapat ini adalah
Moh. Ali. Pendapat Moh. Ali ini didasarkan pada argumen bahwa nenek moyang
bangsa Indonesia berasal dari hulu - hulu sungai besar di Asia dan
kedatangannya ke Indonesia dilakukan secara bergelombang. Gelombang pertama
berlangsung dari tahun 3000 SM – 1500 SM dengan menggunakan perahu bercadik
satu. Sedangkan gelombang kedua berlangsung antara tahun 1500 SM – 500 SM
dengan menggunakan perahu bercadik dua. Tampaknya, pendapat Moh. Ali ini sangat
dipengaruhi oleh pendapat Mens bahwa nenek moyang bangsa Indonesia berasal dari
daerah Mongol yang terdesak ke selatan oleh bangsa - bangsa yang lebih kuat.
Sementara, para ahli yang lain memiliki pendapat yang beragam
dengan berbagai argumen atau alasannya, seperti:
1.
Prof. Dr. H. Kern dengan
teori imigrasi menyatakan bahwa nenek moyang bangsa Indonesia berasal dari
Campa, Kochin Cina, Kamboja. Pendapat ini didasarkan pada kesamaan bahasa yang
dipakai di kepulauan Indonesia, Polinesia, Melanisia, dan Mikronesia. Menurut
hasil penelitiannya, bahasa - bahasa yang digunakan di daerah - daerah tersebut
berasal dari satu akar bahasa yang sama, yaitu bahasa Austronesia. Hal ini
dibuktikan dengan adanya nama dan bahasa yang dipakai daerah - daerah tersebut.
Objek penelitian Kern adalah kesamaan bahasa, namanama binatang dan alat - alat
perang.
2.
Van Heine Geldern
berpendapat bahwa nenek moyang bangsa Indonesia berasal dari daerah Asia.
Pendapat ini didukung oleh artefak - artefak atau peninggalan kebudayaan yang
ditemukan di Indonesia memiliki banyak kesamaan dengan peninggalan -
peninggalan kebudayaan yang ditemukan di daerah Asia.
3.
Prof. Mohammad Yamin
berpendapat bahwa nenek moyang bangsa Indonesia berasal dari daerah Indonesia
sendiri. Pendapat ini didasarkan pada penemuan fosil - fosil dan artefak -
artefak manusia tertua di Indonesia dalam jumlah yang banyak. Di samping itu,
Mohammad Yamin berpegang pada prinsip Blood Und Breden Unchro, yang berarti
darah dan tanah bangsa Indonesia berasal dari Indonesia sendiri. Manusia purba mungkin
telah tinggal di Indonesia, sebelum terjadi gelombang perpindahan bangsa -
bangsa dari Yunan dan Campa ke wilayah Indonesia. Persoalannya, apakah nenek
moyang bangsa Indonesia adalah manusia purba?
4.
Hogen berpendapat bangsa
yang mendiami daerah pesisir Melayu berasal dari Sumatera. Bangsa ini bercampur
dengan bangsa Mongol dan kemudian disebut bangsa Proto Melayu dan Deutro
Melayu. Bangsa Proto Melayu (Melayu Tua) menyebar ke wilayah Indonesia pada
tahun 3000 SM – 1500 SM. Sedangkan bangsa Deutro Melayu (Melayu Muda) menyebar
ke wilayah Indonesia pada tahun 1500 SM – 500 SM.
Berdasarkan penyelidikan terhadap penggunaan bahasa yang dipakai
di berbagai kepulauan, Kern berkesimpulan bahwa nenek moyang bangsa Indonesia
berasal dari satu daerah dan menggunakan bahasa yang sama, yaitu bahasa Campa.
Namun, sebelum nenek moyang bangsa Indonesia tiba di daerah kepulauan
Indonesai, daerah ini telah ditempati oleh bangsa berkulit hitam dan berambut
keriting. Bangsa - bangsa ini hingga sekarang menempati daerah - daerah
Indonesia bagian timur dan daerah - daerah Australia.
Sementara, sekitar tahun 1500 SM, nenek moyang bangsa Indonesia
yang berada di Campa terdesak oleh bangsa lain dari Asia Tengah yang lebih
kuat. Mereka berpindah ke Kamboja dan kemudian melanjutkan perjalanannya ke
Semenanjung Malaka dan daerah Filipina. Dari Semenanjung Malaka, mereka
melanjutkan perjalanannya ke daerah Sumatera, Kalimantan, dan Jawa. Sedangkan
mereka yang berada di Filipina melanjutkan perjalanannya ke daerah Minahasa dan
daerah - daerah sekitarnya.
Bertitik tolak dari pendapat - pendapat di atas, terdapat hal -
hal yang menarik tentang asal - usul nenek moyang bangsa Indonesia.
§ Pertama, nenek moyang bangsa
Indonesia berasal dari Yunan dan Campa. Argumen ini merujuk pada pendapat Moh.
Ali dan Kern bahwa sekitar tahun 3000 SM – 1500 SM terjadi gelombang
perpindahan bangsa - bangsa di Yunan dan Campa sebagai akibat desakan bangsa
lain dari Asia Tengah yang lebih kuat. Argumen ini diperkuat dengan adanya
persamaan bahasa, nama binatang, dan nama peralatan yang dipakai di kepulauan
Indonesia, Polinesia, Melanesia, dan Mikronesia.
§ Kedua, nenek moyang bangsa
Indonesia berasal dari Indonesia sendiri. Argumen ini merujuk pada pendapat
Mohammad Yamin yang didukung dengan penemuan fosil - fosil dan artefak -
artefak manusia tertua di wilayah Indonesia dalam jumlah yang banyak.
Sementara, fosil dan artefak manusia tertua jarang ditemukan di daratan Asia.
Sinanthropus Pekinensis yang ditemukan di Cina dan diperkirakan sezaman dengan
Pithecantropus Erectus dari Indonesia, merupakan satu - satunya penemuan fosil
manusia tertua di daratan Asia.
§ Ketiga, masyarakat awal yang
menempati wilayah Indonesia termasuk rumpun bangsa Melayu. Oleh karena itu,
bangsa Melayu ditempatkan sebagai nenek moyang bangsa Indonesia. Argumen ini
merujuk pada pendapat Hogen. Bangsa Melayu yang menjadi nenek moyang bangsa
Indonesia dapat dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu:
Bangsa ini memasuki wilayah Indonesia melalui 2 (dua) jalan,
yaitu:
§ Jalan barat dari Semenanjung Malaka ke Sumatera dan selanjutnya
menyebar ke beberapa daerah di Indonesia.
§ Jalan timur dari Semenanjung Malaka ke Filipina dan Minahasa,
serta selanjutnya menyebar ke beberapa daerah di Indonesia.
Bangsa Proto Melayu memiliki
kebudayaan yang setingkat lebih tinggi dari kebudayaan Homo Sapiens di
Indonesia. Kebuadayaan mereka adalah kebudayaan batu muda (neolitikum). Hasil -
hasil kebudayaan mereka masih terbuat dari batu, tetapi telah dikerjakan dengan
baik sekali (halus). Kapak persegi merupakan hasil kebudayaan bangsa Proto
Melayu yang masuk ke Indonesia melalui jalan barat dan kapak lonjong melalui
jalan timur. Keturunan bangsa Proto Melayu yang masih hidup hingga sekarang, di
antaranya adalah suku bangsa Dayak, Toraja, Batak, Papua.
Bangsa Deutro Melayu
Sejak tahun 500 SM, bangsa Deutro Melayu memasuki wilayah
Indonesia secara bergelombang melalui jalan barat. Kebudayaan bangsa Deitro
Melayu lebih tinggi dari kebudayaan bangsa Proto Melayu. Hasil kebudayaan
mereka terbuat dari logam (perunggu dan besi). Kebuadayaan mereka sering
disebut kebudayaan Don Song, yaitu suatu nama kebudayaan di daerah Tonkin yang
memiliki kesamaan dengan kebudayaan bangsa Deutro Melayu. Daerah Tonkin
diperkirakan merupakan tempat asal bangsa Deutro Melayu, sebelum menyebar ke
wilayah Indonesia. Hasil - hasil kebudayaan perunggu yang penting di Indonesia
adalah kapak corong atau kapak sepatu, nekara, dan bejana perunggu. Keturunan
bangsa Deutro Melayu yang masih hidup hingga sekarang, di antaranya suku bangsa
Melayu, Batak, Minang, Jawa, Bugis.
Diskusikanlah dengan teman - temanmu mengenai asal - asul nenek
moyang bangsa Indonesia!
Masyarakat pra aksara adalah gambaran tentang kehidupan manusia -
manusia pada masa lampau, di mana mereka belum mengenal tulisan sebagai
cirinya. Kehidupan masyarakat pra aksara dapat dibagi dalam beberapa tahap,
yaitu:
1.
kehidupan nomaden,
2.
kehidupan semi nomaden,
dan
3.
kehidupan menetap.
Meskipun demikian, pola kehidupan masyarakat pra aksara tidak
dapat dijadikan dasar pembagian zaman. Oleh karena itu, apabila dikaitkan
dengan pembagian zaman, maka masyarakat pra aksara hidup pada zaman batu dan
zaman logam.
Secara garis besar, pembagian zaman pra aksara dapat dibedakan
sebagai berikut:
Pembagian zaman pra aksara di
atas, dapat dijadikan dasar dalam menentukan asal usul nenek moyang bangsa
Indonesia. Dengan demikian, kalian dapat belajar berpikir kritis. Misalnya,
untuk mendukung pendapat bahwa nenek moyang bangsa Indonesia adalah bangsa
Melayu, kalian harus memiliki argumen yang kuat, logis, dan objektif.
Terlepas dari mana asal usul nenek moyang bangsa Indonesia dan kapan mereka mulai tinggal di wilayah Indonesia, kita harus percaya bahwa nenek moyang bangsa Indonesia telah ribuan tahun sebelum masehi telah hidup di wilayah Indonesia. Kehidupan mereka mengalami perkembangan yang teratur seperti bangsa - bangsa di belahan dunia lain. Tahapan perkembangan kehidupan masyarakat pra aksara di Indonesia adalah sebagai berikut:
Terlepas dari mana asal usul nenek moyang bangsa Indonesia dan kapan mereka mulai tinggal di wilayah Indonesia, kita harus percaya bahwa nenek moyang bangsa Indonesia telah ribuan tahun sebelum masehi telah hidup di wilayah Indonesia. Kehidupan mereka mengalami perkembangan yang teratur seperti bangsa - bangsa di belahan dunia lain. Tahapan perkembangan kehidupan masyarakat pra aksara di Indonesia adalah sebagai berikut:
Pola Kehidupan Nomaden
Nomaden artinya berpindah - pindah dari satu tempat ke tempat yang
lain. Kehidupan masyarakat pra aksara sangat bergantung kepada alam. Bahkan,
kehidupan mereka tak ubahnya seperti kelompok hewan karena bergantung pada apa
yang disediakan alam. Apa yang mereka makan adalah bahan makanan apa yang
disediakan alam. Buah - buahan, umbiumbian, atau dedaunan yang mereka makan
tinggal memetik dari pepohonan atau menggali dari tanah. Mereka tidak pernah
menanam atau mengolah pertanian.
Apabila mereka ingin makan ikan, maka mereka tinggal menangkap
ikan di sungai, waduk, atau tempat - tempat lain, di mana ikan dapat hidup.
Apabila mereka ingin makan daging, maka mereka tinggal berburu untuk menangkap
binatang buruannya. Adapun cara menangkap ikan atau binatang buruannya, tentu
berbeda dengan yang kita lakukan sekarang. Mereka tidak pernah memelihara ikan
atau binatang ternak lainnya.
Berdasarkan pola kehidupan nomaden tersebut, maka masa kehidupan
masyarakat pra aksara sering disebut sebagai ‘masa mengumpulkan bahan makanan
dan berburu’. Jika bahan makanan yang akan dikumpulkan telah habis, mereka
kemudian berpindah ke tempat lain yang banyak menyediakan bahan makanan. Di
samping itu, tujuan perpindahan mereka adalah untuk menangkap binatang
buruannya. Kehidupan semacam itu berlangsung dalam waktu yang lama dan
berlangsung secara terus menerus. Oleh karena itu, mereka tidak pernah
memikirkan rumah sebagai tempat tinggal yang tetap.
Mereka tinggal di alam terbuka seperti hutan, di bawah pohon, di
tepi sungai, di gunung, di gua, dan di lembah - lembah. Pada waktu itu,
lingkungan alam belum stabil dan masih liar atau ganas. Oleh karena itu, setiap
orang harus berhati - hati terhadap setiap ancaman yang dapat muncul secara
tiba - tiba. Ancaman yang paling membahayakan adalah binatang buas. merupakan
musuh utama manusia dalam hidup dan kehidupannya.
Berkaitan dengan kehidupan yang kurang aman, maka untuk menuju ke
suatu tempat, mereka biasanya mereka mem memilih jalan dengan menelusuri
sungai. Perjalanan melalui sungai dipandang lebih mudah dan aman dari pada
melalui daratan (hutan) yang sangat berbahaya. Sesuai dengan kebutuhan dan
tantangan yang dihadapi, akhirnya timbul pemikiran untuk membuat rakit - rakit
sebagai alat transportasi. Bahkan dalam perkembangannya, masyarakat pra aksara
mampu membuat perahu sebagai sarana transportasi melalui sungai.
Pada masa nomaden, masyarakat pra aksara telah mengenal kehidupan
berkelompok. Jumlah anggota dari setiap kelompok sekitar 10-15 orang. Bahkan,
untuk mempermudah hidup dan kehidupannya, mereka telah mampu membuat alat -
alat perlengkapan dari batu dan kayu, meskipun bentuknya masih sangat kasar dan
sederhana. Ciri - ciri kehidupan masyarakat nomaden adalah sebagai berikut:
§ selalu berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain,
§ sangat bergantung pada alam,
§ belum mengolah bahan makanan,
§ hidup dari hasil mengumpulkan bahan makanan dan berburu,
§ belum memiliki tempat tinggal yang tetap,
§ peralatan hidup masih sangat sederhana dan terbuat dari batu atau
kayu.
Lama kelamaan, masyarakat pra aksara menyadari bahwa makanan yang
disediakan oleh alam sangat terbatas dan akhirnya akan habis. Oleh karena itu,
cara hidup yang sangat bergantung pada alam harus diperbaiki. Caranya adalah
dengan menanami lahan - lahan yang akan ditinggalkan agar dapat menyediakan
bahan makanan yang lebih banyak pada waktu yang akan datang. Di samping itu,
para wanita dan anak kecil tidak harus selalu ikut berpindah untuk mengumpulkan
bahan makanan atau berburu binatang.
Terbatasnya, kemampuan alam untuk memenuhi kebutuhan hidup
masyarakat menuntut setiap manusia untuk merubah pola kehidupannya. Oleh karena
itu, masyarakat pra aksara mulai merubah pola hidup secara nomaden menjadi semi
nomaden. Kehidupan semi nomaden adalah pola kehidupan yang berpindah - pindah
dari satu tempat ke tempat yang lain, tetapi sudah disertai dengan kehidupan
menetap sementara. Hal ini berkaitan dengan kenyataan bahwa mereka sudah mulai
mengenal cara - cara mengolah bahan makanan.
Pola kehidupan semi nomaden ditandai dengan ciri - ciri sebagai
berikut:
§ mereka masih berpindah - pindah dari satu tempat ke tempat lain;
§ mereka masih bergantung pada alam;
§ mereka mulai mengenal cara - cara mengolah bahan makanan;
§ mereka telah memiliki tempat tinggal sementara;
§ di samping mengumpulkan bahan makanan dan berburu, mereka mulai
menanam berbagai jenis tanaman;
§ sebelum meninggalkan suatu tempat untuk berpindah ke tempat lain,
mereka terlebih dahulu menanam berbagai jenis tanaman dan mereka akan kembali
ke tempat itu, ketika musin panen tiba;
§ peralatan hidup mereka sudah lebih baik dibandingkan dengan
peralatan hidup masyarakat nomaden;
§ di samping terbuat dari batu dan kayu, peralatan itu juga terbuat
dari tulang sehingga lebih tajam.
Kehidupan sosial, masyarakat semi nomaden setingkat lebih baik
dari pada masyarakat nomaden. Jumlah anggota kelompok semakin bertambah besar
dan tidak hanya terbatas pada keluarga tertentu. Kenyataan ini menunjukkan
bahwa rasa kebersamaan di antara mereka mulai dikembangkan. Rasa kebersamaan
ini sangat penting dalam mengembangkan kehidupan yang harmonis, tenang, aman,
tentram, dan damai. Nilai - nilai kehidupan, seperti gotong royong, saling
membantu, saling mencintai sesama manusia, saling menghargai dan menghormati
telah berkembang pada masyarakat pra aksara.
Pada zaman ini, masyarakat diperkirakan telah memelihara anjing.
Pada waktu itu, anjing merupakan binatang yang dapat membantu manusia dalam
berburu binatang. Di Sulawesi Selatan, di dalam sebuah goa ditemukan sisa -
sisa gigi anjing oleh Sarasin bersaudara.
Kehidupan masyarakat pra aksara terus berkembang sesuai dengan
kebutuhan dan tuntutan masyarakatnya. Ternyata, pola kehidupan semi nomaden
tidak menguntungkan karena setiap manusia masih harus berpindah dari satu
tempat ke tempat yang lain. Di samping itu, setiap orang harus membangun tempat
tinggal, meskipun hanya untuk sementara waktu. Dengan demikian, pola kehidupan
semi nomaden dapat dikatakan kurang efektif dan efisien. Oleh karena itu,
muncul gagasan untuk mengembangkan pola kehidupan yang menetap. Itulah, konsep
dasar yang mendasari perkembangan kehidupan masyarakat pra aksara.
Pola kehidupan menetap memiliki beberapa keuntungan atau
kelebihan, di antaranya:
§ setiap keluarga dapat membangunan tempat tinggal yang lebih baik
untuk waktu yang lebih lama;
§ setiap orang dapat menghemat tenaga karena tidak harus membawa
peralatan hidup dari satu tempat ke tempat lain;
§ para wanita dan anak - anak dapat tinggal lebih lama di rumah dan
tidak akan merepotkan;
§ wanita dan anak - anak sangat merepotkan, apabila mereka harus
berpindah dari satu tempat ke tempat lain;
§ mereka dapat menyimpan sisa - sisa makanan dengan lebih baik dan
aman;
§ mereka dapat memelihara ternak sehingga mempermudah pemenuhan
kebutuhan, terutama apabila cuaca sedang tidak baik;
§ mereka memiliki waktu yang lebih banyak untuk berkumpul dengan
keluarga, sekaligus menghasilkan kebudayaan yang bermanfaat bagi hidup dan
kehidupannya;
§ mereka mulai mengenal sistem astronomi untuk kepentingan bercocok
tanam;
§ mereka mulai mengenal sistem kepercayaan.
Dilihat dari aspek geografis, masyarakat pra aksara cenderung
untuk hidup di daerah lembah atau sekitar sungai dari pada di daerah
pegunungan. Kecenderungan itu didasarkan pada beberapa kenyataan, seperti:
§ memiliki struktur tanah yang lebih subur dan sangat menguntungkan
bagi kepentingan bercocok tanam;
§ memiliki sumber air yang baik sebagai salah satu kebutuhan hidup
manusia;
§ lebih mudah dijangkau dan memiliki akses ke daerah lain yang lebih
mudah;
Kerjakan secara kelompok yang terdiri dari 4 - 5 siswa!
§ Mengapa masyarakat pra aksara selalu berpindah dari satu tempat ke
tempat yang lain?
§ Mengapa masyarakat pra aksara cenderung hidup di sekitar sungai
dan daerah lembah?
Zaman pra aksara dibagi menjadi 2 (dua), yaitu:
1.
zaman batu, dan
2.
zaman logam.
Pembagian itu didasarkan pada alat - alat atau hasil kebudayaan
yang mereka ciptakan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan kehidupannya. Secara
skematis, pembagian zaman pra aksara dapat digambarkan sebagai berikut:
Disebut zaman batu karena hasil
- hasil kebudayaan pada masa itu sebagian besar terbuat dari batu, mulai dari
yang sedernaha dan kasar sampai pada yang baik dan halus. Perbedaan itu
merupakan gambaran usia peralatan tersebut. Semakin sederhana dan kasar, maka
peralatan itu dikatakan berasal dari zaman yang lebih tua, dan sebaliknya.
Zaman batu sendiri dibedakan menjadi 3 (tiga), yaitu:
1.
zaman batu tua
(paleolitikum),
2.
zaman batu tengah
(mesolitikum), dan
3.
zaman batu muda
(neolitikum).
Di samping ketiga zaman batu itu, juga dikenal zaman batu besar
(megalitikum).
Beberapa hasil kebudayaan dari zaman paleolitikum, di antaranya
adalah kapak genggam, kapak perimbas, monofacial, alat - alat serpih, chopper,
dan beberapa jenis kapak yang telah dikerjakan kedua sisinya. Alat - alat ini
tidak dapat digolongkan ke dalam kebudayaan batu teras maupun golongan flake.
Alat - alat ini dikerjakan secara sederhana dan masih sangat kasar. Bahkan, tidak
jarang yang hanya berupa pecahan batu. Beberapa contoh hasil kebudayaan dari
zaman paleolitikum dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Chopper merupakan salah satu
jenis kapak genggam yang berfungsi sebagai alat penetak. Oleh karena itu,
chopper sering disebut sebagai kapak penetak. Mungkin kalian masih sulit
membayangkan bagaimana cara menggunakan chopper. Misalnya, kalian akan memotong
kayu yang basah atau tali yang besar, sementara kalian tidak memiliki alat
pemotong, maka kalian dapat mengambil pecahan batu yang tajam. Kayu atau tali
yang akan dipotong diletakan pada benda yang keras dan bagian yang akan
dipotong dipukul dengan batu, maka kayu atau tali akan putus. Itulah, cara
menggunakan kapak penetak atau chopper.
Contoh hasil kebudayaan dari zaman paleolitikum adalah flake atau
alat - alat serpih. Hasil kebudayaan ini banyak ditemukan di wilayah Indonesia,
terutama di Sangiran (Jawa Tengah) dan Cebbenge (Sulawesi Selatan). Flake
memiliki fungsi yang besar, terutama untuk mengelupas kulit umbi - umbian dan
kulit hewan.
Perhatikan salah satu contoh flake yang ditemukan di Sangiran dan
Cebbenge.
Pada Zaman Paleolitikum, di
samping ditemukan hasil - hasil kebudayaan, juga ditemukan beberapa
peninggalan, seperti tengkorak (2 buah), fragmen kecil dari rahang bawah kanan,
dan tulang paha (6 buah) yang diperkirakan dari jenis manusia. Selama masa
paleolitikum tengah, jenis manusia itu tidak banyak mengalami perubahan secara
fisik. Pithecanthropus Erectus adalah nenek moyang dari Manusia Solo (Homo
Soloensis). Persoalan yang agak aneh karena Pithecanthropus memiliki dahi yang
sangat sempit, busur alis mata yang tebal, otak yang kecil, rahang yang besar,
dan geraham yang kokoh. Di samping ini adalah salah tengkorak Homo Soloensis
yang ditemukan oleh Ter Haar, Oppenoorth, dan von Konigwald di Ngandong pada
tahun 1936 - 1941.
Pada Zaman Mesolitikum terdapat
tiga macam kebudayaan yang berbeda satu sama lain, yaitu kebuadayaan:
1.
Bascon - Hoabin,
2.
Toale, dan
3.
Sampung.
Ketiga kebudayaan itu diperkirakan datang di Indonesia hampir
bersamaan waktunya.
Kebudayaan Bascon - Hoabin ditemukan dalam goa - goa dan bukit -
bukit kerang di Indo Cina, Siam, Malaka, dan Sumatera Timur. Daerah - daerah
itu merupakan wilayah yang saling berkaitan satu sama lainnya. Kebudayaan ini
umumnya berupa alat dari batu kali yang bulat. Sering disebut sebagai ‘batu
teras’ karena hanya dikerjakan satu sisi, sedangkan sisi yang lain dibiarkan
tetap licin.
Sumateralith adalah salah jenis peralatan manusia pra aksara
Indonesia yang berfungsi sebagai alat penetak, pemecah, pemotong, pelempar,
penggali, dan lain - lain. Alat ini ditemukan di Sumatera dalam jumlah yang
sangat banyak. Penemuan ini merupakan fenomena yang menarik karena berkaitan
dengan kehidupan masyarakat pada waktu itu. Sekurang - kurangnya, penemuan itu
merupakan bukti bahwa kehidupan masyarakat sudah semakin maju dengan kebutuhan
yang semakin tinggi.
Hasil kebudayaan Toale dan yang
serumpun umumnya, berupa kebudayaan ‘flake’ dan ‘blade’. Kebudayaan ini
mendapat pengaruh kuat dari unsur ‘microlith’ sehingga menghasilkan alat - alat
yang berukuran kecil dan terbuat dari batu yang mirip dengan ‘batu api’ di
Eropa. Di samping itu, ditemukan alat - alat yang terbuat dari tulang dan
kerang. Alat - alat ini sebagian besar merupakan alat berburu atau yang
dipergunakan para nelayan.
Kebudayaan - kebudayaan yang mirip dengan kebudayaan Toale
ditemukan di Jawa (dataran tinggi Bandung, Tuban, dan Besuki); di Sumatera (di
sekeliling danau Kerinci dan goa - goa di Jambi); di Flores, di Timor, dan di
Sulawesi. Di bawah ini adalah salah satu hasil kebuadayaan Toale dari Sulawesi
Selatan yang memiliki ukuran lebih kecil, tetapi tampak lebih tajam
dibandingkan dengan kapak genggam, kapak perimbas, atau jenis kapak lainnya.
Di samping alat - alat yang
terbuat dari batu, juga ditemukan alat - alat yang terbuat dari tulang dan
tanduk. Kedua jenis alat ini termasuk dalam hasil kebudayaan Toale.
Sementara, kebudayaan Sampung
merupakan kebudayaan tulang dan tanduk yang ditemukan di desa Sampung,
Ponorogo. Barang yang ditemukan berupa jarum, pisau, dan sudip. Pada lapisan
yang lain telah ditemukan ‘mata panah’ yang terbuat dari kapur membatu. Di
samping itu ditemukan juga beberapa kerangka manusia dan tulang binatang buas
yang dibor (mungkin sebagai perhiasan atau jimat).
Tentang persebaran kebudayaan Toale tidak diketahui secara. Namun,
beberapa penelitian telah membuktikan bahwa kebudayaan ini telah berkembang di
Sulawesi dan Flores.
Kira - kira 1000 tahun SM, telah datang bangsa - bangsa baru yang
memiliki kebudayaan lebih maju dan tinggi derajatnya.Kira - kira 1000 tahun SM,
telah datang bangsa - bangsa baru yang memiliki kebudayaan lebih maju dan
tinggi derajatnya.
Mereka dikenal sebagai bangsa Probo Melayu dan Deutro Melayu.
Beberapa kebudayaan mereka yang terpenting adalah sudah mengenal pertanian,
berburu, menangkap ikan, memelihara ternak jinak (anjing, babi, dan ayam).
Sistem pertanian dilakukan dengan sederhana. Mereka menanam
tanaman untuk beberapa kali dan sesudah itu ditinggalkan. Mereka berpindah ke
tempat lain dan melaksanakan sistem pertanian yang sama untuk kemudian
berpindah lagi. Sistem pertanian itu sangat tidak ekonomis, tetapi lebih baik
dari kehidupan sebelumnya. Mereka mulai hidup menetap, meski untuk waktu yang
tidak lama. Mereka telah membangun pondok - pondok yang berbentuk persegi empat
siku - siku, didirikan di atas tiang - tiang kayu, diding-dindingnya diberi
hiasan dekoratif yang indah.
Sedangkan peralatan yang mereka pergunakan masih terbuat dari
batu, tulang, dan tanduk. Meskipun demikian, peralatan itu telah dikerjakan
lebih halus dan lebih tajam. Pola umum kebudayaan dari masa neolitikum adalah
pahat persegi panjang. Alat - alat perkakas yang terindah dari kebudayaan ini
ditemukan di Jawa Barat dan Sumatera Selatan karena terbuat dari batu permata.
Di samping itu, ditemukan beberapa jenis kapak (persegi dan lonjong) dalam
jumlah yang banyak dan mata panah.
Berbagai jenis kapak yang
ditemukan memiliki fungsi yang yang hampir. Pada masa neolitikum, perkembangan
kapak lonjong dan beliung persegi sangat menonjol. Konon kedua jenis alat ini
berasal dari daratan Asia Tenggara yang masuk ke Indonesia melalui jalan barat
dan jalan timur. Persebaran kapak lonjong dan beliung persegi dapat dilihat
dalam peta di bawah ini.
Berdasarkan hasil penelitian,
peralatan manusia purba banyak ditemukan di berbagai wilayah, seperti daerah
Jampang Kulon (Sukabumi), Gombong (Jawa Tengah), Perigi dan Tambang Sawah
(Bengkulu), Lahat dan Kalianda (Sumatera Selatan), Sembiran Trunyan (Bali),
Wangka dan Maumere (Flores), daerah Timor Timur, Awang Bangkal (Kalimantan
Timur), dan Cabbenge (Sulawesi Selatan). Beberapa peralatan yang penting dan
banyak ditemukan, di antaranya:
§ Kapak perimbas. Kapak perimbas tidak
memiliki tangkai dan digunakan dengan cara menggenggam. Kapak ini ditemukan
hampir di daerah yang disebutkan di atas dan diperkirakan berasal dari lapisan
yang sama dengan kehidupan Pithecanthropus. Kapak jenis juga ditemukan di
beberapa negara Asia, seperti Myanmar, Vietnam, Thailand, Malaysia, Pilipina
sehingga sering dikelompokkan dalam kebudayaan Bascon-Hoabin.
§ Kapak penetak. Kapak penetak memiliki
bentuk yang hampir sama dengan kapak perimbas, tetapi lebih besar dan kasar.
Kapak ini digunakan untuk membelah kayu, pohon, dan bambu. Kapak ini ditemukan
hampir di seluruh wilayah Indonesia.
§ Kapak genggam. Kapak genggam memiliki
bentuk yang hampir sama dengan kapak perimbas, tetapi lebih kecil dan belum
diasah. Kapak ini juga ditemukan hampir di seluruh wilayah Indonesia. Cara
menggunakan kapak ini adalah menggenggam bagian yang kecil.
§ Pahat genggam. Pahat genggam memiliki
bentuk lebih kecil dari kapak genggam. Menurut para ahli, pahat ini
dipergunakan untuk menggemburkan tanah. Alat ini digunakan untuk mencari ubi -
ubian yang dapat dimakan.
§ Alat serpih. Alat ini memiliki
bentuk yang sederhana dan berdasarkan bentuknya alat diduga sebagai pisau,
gurdi, dan alat penusuk. Alat ini banyak ditemukan di gua - gua dalam keadaan
yang utuh. Di samping itu, alat ini juga ditemukan Sangiran (Jawa Tengah),
Cabbenge (Sulawesi Selatan), Maumere (Flores), dan Timor.
§ Alat - alat dari tulang. Tampaknya, tulang -
tulang binatang hasil buruan telah dimanfaatkan untuk membuat alat seperti
pisau, belati, mata tombak, mata panah, dan lain - lainnya. Alat - alat ini
banyak ditemukan di Ngandong dan Sampung (Ponorogo). Oleh karena itu, pembuatan
alat-alat ini sering disebut kebudayaan Sampung.
§ Blade, flake, dan microlith.
Alat-alat ini banyak ditemukan di Jawa (dataran tinggi Bandung, Tuban, dan
Besuki); di Sumatera (di sekeliling danau Kerinci dan gua - gua di Jambi); di
Flores, di Timor, dan di Sulawesi. Semua alat - alat itu sering disebut sebagai
kebudayaan Toale atau kebudayaan serumpun.
Di samping kebudayaan material, masyarakat pra aksara telah
memiliki atau menghasilkan kebudayaan rohani. Kebudayaan rohani mulai muncul
dalam kehidupan manusia, ketika mereka mulai mengenal sistem kepercayaan.
Sistem kepercayaan telah muncul sejak masa kehidupan berburu dan mengumpulkan
makanan. Kuburan merupakan salah satu bukti bahwa masyarakat telah memiliki
anggapan tertentu dan memberikan penghormatan kepada orang telah meninggal.
Masyarakat percaya bahwa orang yang meninggal, rohnya akan tetap hidup dan
pergi ke suatu tempat yang tinggi. Bahkan, jika orang itu berilmu atau
berpengaruh dapat memberikan perlindungan atau nasihat kepada mereka yang
mengalami kesulitan.
Sistem kepercayaan masyarakat
terus berkembang. Penghormatan kepada roh nenek moyang dapat dilihat pada
peninggalan - peninggalan berupa tugu batu seperti pada zaman megalitikum.
Peninggalan megalitikum lebih banyak ditemukan pada tempat - tempat yang
tinggi. Hal itu sesuai dengan kepercayaan bahwa roh nenek moyang bertempat
tinggal pada tempat yang lebih tinggi.
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa manusia mulai
menyadari kehidupannya berada di tengah - tengah alam semesta. Manusia
menyadari dan merasakan adanya kekuatan yang maha dahsyat di luar dirinya
sendiri. Kekuatan itulah yang kemudian diketahui berasal dari Tuhan Yang Maha
Esa. Tuhan yang menciptakan, menghidupkan, memelihara, dan membinasakan alam
semesta. Dari kepercayaan itu, selanjutnya berkembang kepercayaan yang bersifat
animisme, dinamisme, dan monoisme. Animisme adalah kepercayaan bahwa setiap
benda memiliki roh atau jiwa. Dinamisme merupakan kepercayaan bahwa setiap
benda memiliki kekuatan gaib. Sedangkan monoisme merupakan kepercayaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa.
Sebenarnya, zaman megalitikum bukan kelanjutan dari zaman batu
sebelumnya. Megalitikum muncul bersamaan dengan zaman mesolotikum dan
neolitikum. Pada zaman batu pada umumnya, muncul kebudayaan batu besar
(megalitikum) seperti menhir, batu berundak, dolmen, dan sebagainya.
Sementara, zaman logam
dibedakan menjadi 3 (tiga) zaman, yaitu:
1.
zaman Tembaga,
2.
zaman Perunggu, dan
3.
zaman Besi.
Namun, zaman Tembaga tidak pernah berkembang di Indonesia. Dengan
demikian, zaman logam di Indonesia dimulai dari zaman Perunggu. Beberapa
peninggalan dari zaman logam, di antaranya adalah nekara, bejana, dan kapak
yang terbuat dari perunggu, serta belati dari besi.
1.
Sebutkan pembagian zaman
berdasarkan peralatan yang dipergunakan masyarakat pra aksara di Indonesia!
2.
Sebutkan hasil - hasil
kebudayaan material dan rohani masyarakat pra aksara!
Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa pada zaman atau
kala Pleistosin hidup beberapa jenis manusia purba. Secara ringkas kehidupan
manusia purba disajikan dalam tabel di bawah ini.
Homo Sapiens merupakan perkembangan dari jenis manusia sebelumnya
dan telah menunjukkan bentuk seperti manusia pada masa sekarang. Fosil jenis
manusia ini ditemukan di beberapa daerah di Indonesia.